Istilah "Ekaristi" berasal dari bahasa Yunani ευχαριστω, yang artinya berterima kasih atau bersyukur (KGK 1328); istilah ini lebih sering digunakan oleh Gereja Katolik, Komuni Anglikan, Gereja Ortodoks Timur, dan Gereja Lutheran. Sedangkan istilah "Perjamuan Kudus", khususnya di Indonesia, umumnya digunakan oleh kebanyakan Gereja Protestan.[1] Namun kata "Ekaristi" tidak hanya merujuk pada ritusnya saja (Perjamuan Kudus atau Misa Kudus), tetapi juga pada roti — baik yang beragi ataupun tidak beragi — dan anggur yang dikuduskan (dikonsekrir) dalam ritus tersebut. Ekaristi adalah kurban pujian dan syukur kepada Allah Bapa, di mana Gereja menyatakan terima kasihnya kepada Allah Bapa untuk segala kebaikan-Nya di dalam segala sesuatu: untuk penciptaan, penebusan oleh Kristus, dan pengudusan. Kurban pujian ini dinaikkan oleh Gereja kepada Bapa melalui Kristus: oleh Kristus, bersama Dia dan untuk diterima di dalam Dia. (KGK 1359-1361)
Ekaristi adalah Perjamuan
Tuhan, yang memperingati perjamuan malam yang diadakan oleh
Kristus bersama dengan murid-murid-Nya. Perjamuan ini juga merupakan antisipasi
perjamuan pernikahan Anak Domba di surga (KGK 1329).
Ekaristi adalah kenangan
akan kesengsaraan dan kebangkitan Tuhan (KGK
1330). Ekaristi diadakan untuk memenuhi perintah Yesus untuk merayakan kenangan
akan hidup-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya dan akan pembelaan-Nya bagi kita
di depan Allah Bapa (KGK 1341).
Ekaristi adalah Kurban
kudus, karena ia menghadirkan kurban tunggal Yesus, dan juga
kurban penyerahan diri Gereja yang mengambil bagian dalam kurban Yesus,
Kepalanya (KGK 1330, 1368). Sebagai kenangan Paska Kristus, Ekaristi
menghadirkan dan mempersembahkan secara sakramental kurban Kristus satu-satunya
dalam liturgi Gereja (KGK 1362, 1365). Ekaristi menghadirkan kurban salib dan
memberikan buah-buahnya yaitu pengampunan dosa (KGK 1366). Ekaristi adalah Komuni kudus, karena di dalam
sakramen ini kita menerima Kristus sendiri (KGK 1382) dan dengan demikian kita
menyatukan diri dengan Kristus, yang mengundang kita mengambil bagian di dalam
Tubuh dan Darah-Nya, supaya kita membentuk satu Tubuh dengan-Nya (KGK 1331).
Ekaristi dikenal juga dengan Misa
kudus, karena perayaan misteri keselamatan ini berakhir dengan
pengutusan umat beriman (missio) supaya mereka melaksanakan
kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari. Ekaristi disebut sebagai sumber dan puncak kehidupan
Kristiani (LG 11) karena di dalamnya terkandung seluruh kekayaan rohani Gereja,
yaitu Kristus sendiri (KGK
1324). Pada perjamuan terakhir, pada malam sebelum sengsara-Nya, Kristus
menetapkan Ekaristi sebagai tanda kenangan yang dipercayakan oleh Kristus
kepada mempelai-Nya yaitu Gereja (KGK 1324). Kenangan ini berupa kenangan akan
wafat dan kebangkitan Kristus yang disebut sebagai Misteri
Paska, yang menjadi puncak kasih Allah yang membawa kita kepada
keselamatan (KGK 1067). Keutamaan Misteri Paska dalam rencana
Keselamatan Allah mengakibatkan keutamaan Ekaristi, yang menghadirkan Misteri
Paska tersebut, di dalam kehidupan Gereja (KGK 1085).
Gereja Katolik mengajarkan bahwa kurban salib
Kristus terjadi hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr 9:28). Kristus tidak
disalibkan kembali di dalam setiap Misa Kudus, tetapi kurban yang satu dan sama
itu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus (KGK 1366). Hal itu dimungkinkan
karena Yesus yang mengurbankan Diri adalah Tuhan yang tidak terbatas oleh waktu
dan kematian. Kristus telah mengalahkan maut, karenanya Misteri Paska-Nya tidak
hanya terbenam sebagai masa lampau, tetapi dapat dihadirkan di masa sekarang
(KGK 1085). Karena bagi Tuhan, segala waktu adalah ‘saat ini’, sehingga masa
lampau maupun yang akan datang terjadi sebagai ‘saat ini’. Dan kejadian Misteri
Paska sebagai ‘saat ini’ itulah yang dihadirkan kembali di dalam Ekaristi,
dengan cara yang berbeda, yaitu secara sakramental. Dengan demikian, Ekaristi
menjadi kenangan hidup akan
Misteri Paska dan akan segala karya agung yang telah dilakukan oleh Tuhan
kepada umat-Nya, dan sekaligus harapan nyata untuk
Perjamuan surgawi di kehidupan kekal (lih. KGK 1362,1364,1340,1402,1405).
Dasar pengajaran tentang Ekaristi dari Alkitab
1. Perjanjian Lama:
·
Imam Agung Melkisedek mempersembahkan roti dan anggur (Kej 14:18)
yang menggambarkan Perjamuan Yesus pada Perjamuan Terakhir. Yesus sendiri
dikatakan sebagai Imam Besar menurut peraturan Melkisedek (Ibr 6:20).
·
Kurban anak domba Paska yang menyelamatkan umat Israel merupakan kurban yang dimakan
sebagai makanan untuk menguatkan mereka menempuh perjalanan ke Tanah Terjanji
(Kej 12:1-20). Hal ini menggambarkan Ekaristi yang merupakan kurban Anak Domba
Allah, yaitu Yesus, yang dimakan sebagai makanan untuk menjadi bekal perjalanan
kita ke Tanah Terjanji, yaitu surga.
·
Roti Manna yang menjadi simbol Ekaristi pada Perjanjian Lama. Yesus sendiri
mengatakan bahwa Ia adalah Roti manna yang turun dari surga (lih. Yoh 6:32-51).
Seperti halnya bahwa manna menguatkan bangsa Israel sepanjang perjalanan di
gurun dan berhenti dicurahkan setelah mereka sampai di Tanah Terjanji; Ekaristi
juga diberikan untuk menguatkan kita di perjalanan hidup di dunia, dan berhenti
setelah kita sampai di surga.
·
Pada Tabut
Perjanjian Lama menggambarkan tabernakel pada gereja Katolik di
manapun, yang merujuk pada Ekaristi. Dua loh batu (Kel 25:16)
menggambarkan sabda kehidupan yang terkandung dalam Ekaristi. Manna (Kel
16:34) menggambarkan Ekaristi sebagai roti hidup yang turun dari surga (Yoh
6:51). Tongkat Harun (Bil 17: 5) yang menandai imamatnya,
menggambarkan peran Imamat kudus dalam Kristus, yaitu tubuhNya. Seperti tongkat
Harun yang bertunas, tubuh Yesus yang ditembus oleh tombak mengeluarkan air dan
darah yang melambangkan sakramen Pembaptisan dan Ekaristi.
2. Perjanjian Baru:
Yesus sungguh-sungguh hadir di dalam Ekaristi, seperti dinyatakan:
·
Pada Perjamuan
Terakhir Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk mengenangkan Dia
dengan merayakan perjamuan tersebut. Yesus berkata, “Inilah Tubuh-Ku… (bukan
ini melambangkan Tubuh-Ku)… (lih Mat 26:26-28; Mrk 14:22-24;
Luk 22:15-20).”
·
Yesus mengatakan
sendiri bahwa Ia adalah “Roti hidup yang turun dari surga. Jikalau
seorang makan dari roti ini, dia akan hidup selama-lamanya;
dan roti yang Ku-berikan itu ialah daging-Ku yang Kuberikan untuk hidup dunia
(Yoh 6:35, 51).
·
Pengajaran ini
diberikan setelah Yesus mengadakan mukjizat pergandaan roti, yaitu mukjizat
yang ditulis di dalam ke-empat Injil (Mat 14:13-21; Mrk 6:32-44; Luk 9:10-17;
Yoh 6:1-15). Lima roti yang sama yang dibagikan oleh para rasul dapat memberi
makan 5000 orang, dengan sisa 12 keranjang. Ini menggambarkan Yesus
yang satu dan sama hadir dalam Ekaristi, dapat dibagikan kepada semua
orang, tanpa Dia sendiri menjadi terbagi-bagi atau berkurang/ hilang.
·
Yesus berkata
bahwa Ia lebih tinggi nilainya dari pada manna yang diberikan
kepada orang Israel di gurun. Padahal mukjizat manna adalah suatu mukjizat yang
besar, setiap harinya berjuta orang Israel menerima 1 omer (1.1 liter) roti
manna per orang, sehingga tiap harinya ada beberapa ratus ton roti manna
tercurah dari langit, selama 40 tahun. Yesus mengatakan bahwa mukjizat-Nya lebih
hebat daripada mukjizat manna ini, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa di
dalam Ekaristi, roti dapat sungguh-sungguh diubah Yesus menjadi diri-Nya
sendiri, seperti yang dikatakan-Nya.
·
Orang-orang yang
mendengarkan pengajaran ‘Roti Hidup’ ini memahami bahwa Yesus
mengajarkan sesuatu yang literal (tidak figuratif/ simbolis),
sehingga mereka meninggalkan Yesus sambil berkata, “Bagaimana Ia ini dapat
memberikan daging-Nya untuk dimakan” (Yoh 6:52)
·
Yesus menggunakan gaya
bahasa yang kuat untuk menjelaskan arti literal pengajaran ini dengan mengulangi pengajaran
ini sampai 6 kali di dalam 6 ayat (ay. 53-58),… jikalau kamu
tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup
di dalam dirimu (Yoh 6:53); Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan
darah-Ku adalah benar-benar minuman (Yoh 6:55). Ini adalah gaya bahasa yang
bukan kiasan/ simbolis!
·
Banyak murid tidak
dapat menerima pengajaran ini, dan meninggalkan Yesus (ay.66), tetapi Yesus
tidak menarik kembali pengajaran-Nya tentang diri-Nya sebagai “Roti Hidup”.
Dia tidak mengatakan bahwa Dia hanya berkata secara figuratif/simbolis. Pada
beberapa kesempatan, jika Ia berbicara secara figuratif, Yesus menerangkan
kembali maksud perkataan-Nya pada para murid-Nya yang mengartikannya secara
literal. (Contohnya pada Yoh 4:31-34, Yesus menjelaskan bahwa ‘makanan-Nya yang
tidak mereka kenal’ adalah melakukan kehendak Bapa yang mengutus-Nya. Atau pada
Mat 16:5-12; tentang ragi orang-orang Farisi dan Saduki, maksudnya adalah bukan
ragi secara literal, tetapi pengajaran mereka)
Sumber :
http://www.katolisitas.org/sudahkah-kita-pahami-pengertian-ekaristi/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/perjamuan_kudus
Komentar
Posting Komentar