Penderitaan Orang Beriman
Ø
Pengantar
Manusia adalah mahluk yang dapat merasakan suatu rasa atau memiliki emosi
yang dapat berubah. Emosi pada manusia dapat mengarah pada emosi yang negatif
seperti: sedih, kecewa, sakit, dan lain-lain. Kemudian ada juga emosi yang
positif yang mempengaruhi manusia, seperti:
bahagia, senang, terharu,
cinta, mengasihi, dan lain-lain. Emosi manusia dapat berubah
kapan saja sesuai dengan keadaan
yang sedang dialami
oleh seseorang tersebut.
Seseorang pun merasakan
penderitaannya ketika ia mengalami emosi yang negatif yang dapat membawanya
pada rasa sedih atau rasa tidak dihargai dan
sebagainya.
.
Ø Penderitaan
dan rasa sakit
Rasa
sakit dengan penderitaan adalah dua hal yang berbeda level. Rasa sakit dengan
penderitaan adalah dua hal yang berbeda level. Dalam pengertiannya, rasa sakit
erat berhubungan dengan fisik dan segala hal yang bersifat empirik yang dapat
disembuhkan dengan obat-obatan dan lainnya. Namun penderitaan jauh lebih dari
segala ilmu kedokteran yang sudah maju dan tidak dapat disembuhkan hanya dengan
metode eksperimen. [1]
Penderitaan adalah sesuatu yang jauh lebih luas daripada rasa sakit, lebih
kompleks, dan sekaligus jauh lebih luas dari rasa sakit dan berakar jauh di
dalam kemanusiaan itu sendiri.[2]
Rasa sakit memiliki dimensi hanya pada hal-hal
manusiawi saja tanpa menyentuh dimensi spiritual manusia. Dalam diri seseorang
yang merasakan sakit dapat disembuhkan dengan pertolongan ahli medis. Dimensi
penderitaan tidak dapat disembuhkan hanya dengan tenaga medis. Penderitaan
dapat sembuh jika seseorang tersebut dapat melampaui penderitaannya dan
menghadapi penderitaan tersebut. Tidak ada satu pun formula pasti yang dapat
menyembuhkan penderitaan setiap umat manusia. Dunia penderitaan pun memiliki
solidaritasnya sendiri.[3]
Ø Penderitaan
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
Dalam
kitab suci dapat kita lihat bahwa banyak sekali cerita mengenai penderitaan
terhadap orang-orang yang tidak taat pada Allah. Terkhusus dalam kitab suci
perjanjian lama banyak menyinggung tentang penderitaan orang-orang yang hidup
dalam dosa.[4]
mereka tidak lagi menemukan relasinya dengan Allah sehingga menerima murka
Allah terhadap perbuatan yang telah mereka lakukan. Contohnya seperti kisah
Adam dan Hawa yang melanggar aturan yang telah dibuat oleh Allah. Mereka melanggarnya
sehingga berdosa dan membuat Allah murka terhadap tingkah laku mereka. Adam dan
Hawa akhirnya menerima penderitaan yang telah mereka perbuat sendiri. Dari sini
dapat kita lihat bahwa penderitaan ada sesuai dengan dosa apa yang telah orang
tersebut perbuat, karena dosa tersebut adalah hasil dari pengingkaran janji
terhadap Allah.[5]
Wahyu
Allah berpuncak dalam kehidupan Yesus Kristus yang telah menderita, wafat, dan
bangkit dari antara orang mati. Yesus Kristus telah menunjukkan kepada orang
banyak kuasa-Nya untuk mengatasi rasa sakit yang membuat manusia menderita, seperti:
orang buta melihat, orang tuli mendengar, orang lumpuh berjalan, orang mati
dihidupkan. Kekuasaan yang telah ditunjukkan oleh Yesus ini mengandung makna
bahwa penderitaan yang dialami oleh manusia dapat diatasi oleh Yesus kristus.[6] Dari hal ini terlihat
bahwa penderitaan sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Lalu bagaimana
dengan Allah yang Mahakuasa, mengapa Ia tidak menghilangkan penderitaan itu
saja? Melalui peristiwa penyaliban Yesus dapat menjawab bahwa Allah tidak
menghilangkan penderitaan yang ada pada manusia, melainkan Ia dapat mengatasi
penderitaan manusia. Namun apakah manusia mau datang kepada Allah yang
Mahakuasa untuk menghilangkan penderitaannya? Sering manusia hanya berdiam diri
dan tidak mau datang kepada Allah untuk mengatasi penderitaan yang dia alami.
Manusia hanya bersifat pasif dan berharap Allah yang aktif mencari manusia. Allah
memberikan kehendak bebas kepada manusia untuk membuat manusia semakin sempurna
menjadi mahluk ciptaan Allah.[7]
Ø Penderitaan
dan Iman
Sebagai
orang yang hidup dalam dunia perjanjian baru dan yang masih memiliki ikatan
dengan perjanjian lama, kita melihat kembali bagaimana perjalanan manusia
mengatasi penderitaan tersebut. Dalam perjanjian lama, seseorang yang menderita
akan sangat lama merasakan penderitaan selagi dia masih belum memperbaiki
relasinya dengan Allah. Hubungan personal antara Allah dan manusia pada
perjanjian lama sangat menentukan penderitaan manusia tersebut. Biasanya
penderitaan digambarkan dengan rasa sakit secara fisik oleh perjanjian lama.
Sakit secara fisik dikaitkan dengan rusaknya relasi personal dengan Allah atau
kutukan yang berasal dari Allah. Maka itu penderitaan dalam perjanjian lama
erat kaitannya dengan hubungan personal dengan Allah.[8]
Dalam
perjanjian baru penderitaan sebagai suatu batu loncatan yang telah diatasi oleh
Yesus dengan wafat-Nya di kayu salib. Yesus masuk dalam dimensi kematian
manusia dan mengalahkan maut dengan bangkit dari antara orang mati pada hari
ketiga. Kebangkitan Yesus tersebut menjadi momen dan pembuktian bahwa
penderitaan dalam manusia tidak bisa dihilangkan atau dieleminasi dari
kehidupan melainkan penderitaan dapat diatasi dengan Ia yang lebih berkuasa
daripada maut yaitu Yesus Kristus.[9]
Ø Memaknai
penderitaan dengan tepat
Pertama
kita harus menghilangkan opini mengenai penderitaan yang berasal dari Allah.
Karena Allah tidak pernah memberikan hal yang buruk kepada setiap ciptaan-Nya
sebab dia Allah Mahabaik. Penderitaan berasal dari manusia yang menyalahgunakan
kehendak bebasnya dengan tidak mengandalkan Tuhan dalam menggunakannya. Dalam
dokumen Salvifici Doloris dikatakan bahwa “Memang benar bahwa
penderitaan sebagai hukuman, bila dihubungkan dengan suatu kesalahan, tapi
tidak benarlah bahwa segala penderitaan merupakan suatu kesalahan dan merupakan
suatu bentuk hukuman.”[10] Penderitaan manusia tidak
dapat dihilangkan dari kehidupan, karena menjadi suatu bagian dari kehidupan manusia.
Yesus Kristus memberikan contoh bahwa penderitaan tidak bisa dilenyapkan dari
bagian kehidupan manusia, namun penderitaan tersebut bisa diatasi oleh Yesus
Kristus karena Dia lebih berkuasa atas penderitaan.[11] Maka itu penderitaan pun
masih menjadi misteri bagi kehidupan manusia, jika hanya menggunakan pikiran,
penderitaan itu akan mengarah dan menyalahkan Tuhan sebagai pencipta. Jika
menggunakan iman, dapat kita lihat bahwa penderitaan itu adalah misteri yang
tidak akan terpecahkan di dalam dunia fana ini.
Joy Tinambunan
Daftar
Pustaka
Paus Yohannes Paulus II. Surat
Apostolik Salvifici Doloris (Penderitaan yang Menyelamatkan), (Seri
Dokumentasi Gerejawi no. 29). diterjemahkan oleh J. Hadiwikarta. Jakarta:
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2022.
Nadeak Largus. Topik-Topik
Teologi Moral Fundamental: Memahami Tindakan Manusiawi dengan Rasio dan Iman
Medan. Bina Media Perintis, 2015.
Stan, van Hooft.
“The Meanings of Suffering”, dalam The Hastings Center Report. September
1998, 1-19.
[1]
Paus Yohannes Paulus II,
Surat Apostolik Salvifici Doloris (Penderitaan yang Menyelamatkan), (Seri
Dokumentasi Gerejawi no. 29), diterjemahkan oleh J. Hadiwikarta (Jakarta:
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2022), no. 5.
[2]
Hooft Van Stan, “The Meanings
of Suffering”, dalam The Hastings Center Report, September 1998, hlm. 1-2.
[3]
Salvifici Doloris no. 8.
[4]
Salvifici Doloris no. 6.
[5]
Salvifici Doloris no. 7.
[6]
Largus Nadeak, Topik-Topik
Teologi Moral Fundamental: Memahami Tindakan Manusiawi dengan Rasio dan Iman,
(Medan: Bina Media Perintis, 2015), hlm. 167.
[7]
Ibid, hlm. 168.
[8]
Salvifici Doloris no. 10.
[9]
Largus Nadeak, Topik-Topik
Teologi Moral Fundamental…, hlm. 168.
[10]
Salvifici Doloris no. 11.
[11]Largus Nadeak, Topik-Topik
Teologi Moral Fundamental…, hlm. 170.
Komentar
Posting Komentar